Mutiara Hadis

Dari Abu Hurairah ’Abdurrahman bin Shakhr radhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: ” Apa saja yang aku larang bagi kamu hendaklah kamu jauhi, dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu maka lakukanlah sesuai kemampuanmu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah kerana mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mahu taat dan patuh).”

Hadis riwayat Bukhari dan Muslim.

22 April 2010

Perkembangan Era Abbasiyah

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politik, para Khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Period ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan falsafah dan ilmu pengetahuan dalam Islam.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, iaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Kerana itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M). Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga kestabilan negara yang baru berdiri itu, al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, iaitu Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan Dinasti bani Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia.

Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penyusunan pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah calon untuk memenuhi jabatan-jabatan. Di bidang pemerintahan dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departmen. Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada di tangan keluarga berpengaruh berasal dari Balkh, Persia (Iran).

Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya, Ja’far bin Yahya, menjadi wazir muda. Sedangkan anaknya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi Gabernur Persia Barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut persoalan-persoalan pengurusan Negara lebih banyak ditangani keluarga Persia itu. Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan merupakan unsur yang membezakan antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang berorientasi ke Arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muammad ibn Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada Khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.

Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam pandangannya –dan berlanjut ke generasi sesudahnya– merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-Rasyidin.

Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi (Yatim, 2003:52-53). Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa Khalifah Harun al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Umayyah.

Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Perkembangan Intelektual

Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya dipengaruhi oleh dua hal iaitu:

1. Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu falsafah dan sastera. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama Falsafah.

2. Gerakan Terjemah

Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, falsafah, kimia dan sejarah. Dari gerakan ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan, antara lain;

a. Bidang falsafah: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Sina, al-Ghazali,Ibnu Rusyid.

b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib bin Qurra ,Ar-Razi.

c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan , al-Khawarizmi.

d. Bidang Astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni dan sebagainya.

Dari hasil ijtihad dan semangat ingin tahu, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :

1. Ilmu Umum

a.Ilmu Falsafah

1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.

2) Al Farabi (meninggal tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.

3) Ibnu Bajah (meninggal tahun 523 H)

4) Ibnu Thufail (meninggal tahun 581 H)

5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman, Saddiya dan lain-lain

6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al-Munqizh Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul Amal,Ihya Ulumuddin dan lain-lain

7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-lain

b. Bidang Kedokteran

1) Jabir bin Hayyan (meninggal 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.

2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai penterjemah bahasa asing.

3) Thabib bin Qurra (836-901 M)

4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan campak yang diterjemahkan dalam bahasa latin.

c. Bidang Matematika

1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.

2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).

d. Bidang Astronomi

Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam perbintangan ini seperti :

1) Al Farazi : pencipta Astro lobe

2) Al Gattani/Al Betagnius

3) Abul meninggal : menemukan jalan ketiga dari bulan

4) Al Farghoni atau Al Fragenius

e. Bidang Seni Ukir

Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni muzik, seni tari, seni pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.

2. Ilmu Naqli

a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al-Andalusy (meninggal 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (meninggal 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain

b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H), Imam Muslim (meninggal 231 H), Ibnu Majah (meninggal 273 H),Abu Daud (meninggal 275 H), At-Tarmidzi, dan lain-lain

c. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam, diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali

d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (meninggal 465 H). Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (meninggal 632 H). Karangannya : Awariful Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.

e. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278).

Perkembangan Peradaban di Bidang Fizik

Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, kerana upaya-upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fizik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan -bangunan yang berupa:

a. Kuttab, iaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.

b. Majlis Muhadharah,iaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan pujangga untuk membahas masalah-masalah ilmiah.

c. Darul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.

d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.

e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus. Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi: pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.

Perekonomian Daulah Bani Abbasiyah

Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan negara penuh dan berlimpah-limpah, wang masuk lebih banyak daripada pengeluaran. Yang menjadi Khalifah adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan kewangan negara. Dia mencontohi Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam.

Dan keberhasilan kehidupan ekonomi maka berhasil pula dalam :

1. Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali.

2. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya.

3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:

a) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang.

b) Membangun armada-armada dagang.

c) Membangun armada : untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut.

Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.

Selain ketiga hal tersebut, juga terdapat peninggalan-peninggalan yang memperlihatkan kemajuan pesat Bani Abbassiyah.

1. Istana Qarruzzabad di Baghdad

2. Istana di kota Samarra

3. Bangunan-bangunan sekolah

4. Kuttab

5. Masjid

6. Majlis Muhadharah

7. Darul Hikmah

8. Masjid Raya Kordova (786 M)

9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)

10. Istana Al Hamra di Kordova

11. Istana Al Cazar, dan lain-lain (Ma’ruf,1996:39-40).

Strategi Kebudayaan dan Pemikiran Rasional

Sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa kebebasan berpikir diakui sepenuhnya sebagai hak asasi setiap manusia oleh Daulah Abbasiyah. Oleh kerana itu, pada waktu itu akal dan fikiran benar-benar dibebaskan dari belenggu taqlid, sehingga orang berleluasa mengeluarkan pendapat. Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal melahirkan 4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafi’i , Hanafi, Hambali , dan Maliki.

Disamping itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal itu juga melahirkan Ilmu Tafsir al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran seluruh al-Quran, yang ada hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang dibuat untuk tujuan tertentu (Syalaby, 1997:187).

Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan akal/rasio iaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.

1. Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman ini kerana 2 faktor, iaitu :

a. Pembentukan lembaga wizarah

b. Pemindahan ibukota

2. Kebudayaan Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi dengan dua cara:

a. Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India seperti lewat perdagangan dan penaklukan.

b. Secara tak langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam kebudayaan Islam lewat kebudayaan Persia.

3. Kebudayaan Yunani

Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya adalah :

a. Jundaisabur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan tempat pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah kekuasaan Islam. Sekolah-sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu Yunani dan bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.

b. Harran,Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan segala macam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan pengembangan kebudayaan Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah.

c. Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani. Dalam kota Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Falsafah Baru Plato” (Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran Neo Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.

4. Kebudayaan Arab

Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan dua jalan utama, iaitu :

a. Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist, Fiqh yang semuanya dalam bahasa Arab.

b. Jalan Bahasa,Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya diantara rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan